TOLONG

Layar RCTI, selasa 23 Februari 2011

Seorang nenek renta yang jalannya tak lagi tegak, menyusuri jalanan sambil menawarkan beberapa ikatan sapu lidi. Setiap orang yang dijumpainya ditawari untuk membeli semuanya seharga 25 ribu. Ada yang cuma senyum, ada yang kesal dan ada yang ketakutan. Sekedar menebak reasoning mereka, bisa jadi ada yang merasa repot bawanya, ada yang tak punya uang atau ada yang malas aja, hare gene suruh bawa sapu lidi kemana-mana… intinya mereka menanggapi penawaran itu lebih pada posisi dan kepentingan sendiri, tidak melihat ikhtiar dan perjuangan nenek tersebut yang dikatakan untuk membeli tas cucunya.

Nenek tadi sejatinya hanyalah seorang “malaikat penguji hati”. Dalam actingnya yang nyaris sempurna, sang nenek sedang menghampiri jiwa manusia yang pada hatinya sudah digoreskan noktah empati tetapi ternyata hanyalah dijadikan sebuah aksesories. Empati itu tak banyak difungsikan lantaran mereka sibuk dengan urusannya masing-masing, penat dengan pencarian hidupnya sendiri-sendiri. Mereka enggan berbagi lantaran takut menghadapi kenyataan jika sedikit hartanya berkurang sehingga harus menanggung masalah nantinya. Ternyata memang tak gampang menggerakkan hati untuk berbagi kepedulian, karena penguasaan ego kebocahan yang demikian lekat mengungkung kesadaran diri.

Seandainya kita gunakan perspektif lain, maka nenek renta itu adalah sebuah pengilon untuk berkaca bahwa sesungguhnya mereka ( dan kita ) memiliki nasib yang jauh lebih beruntung. Pemahaman ini yang jarang bisa ditangkap sebab ego yang tak mampu ditakhlukkan. Alih-alih menolong, justru banyak di antara mereka yang nggerundel mencaci maki karena terganggu. Manakala tahu bahwa sang nenek tadi tak cuma menggendong sapu lidi, tapi juga mengapit keberuntungan, tampaklah bahwa ketulusan bukanlah menjadi asbab kerelaan mereka menolong. Mereka akan berebut menolong. Seorang ibu bahkan memaksa ingin mengganti dengan 150 ribu rupiah lantaran terbayang ganjaran rupiah yang lebih besar. Ibu itu rupanya tahu nenek adalah titisan sang penolong dalam tim MINTA TOLONG!!! Jelas mereka pamrih. Mereka bukan menolong, tetapi sedang bertaruh dengan nasib! Siapa tahu uang jutaan rupiah bisa menjadi milik mereka. Oh my God!

Tetapi malaikat tak akan salah alamat. Nenek renta terus berjalan menjemput kebaikan yang tercecer di jalanan. Sang nenek mencoba menguji perempuan pemulung dan transaksi kebaikan rupanya segera akan berlangsung. Perempuan pemulung yang biasa mencabik-cabik sampah, sumpah nuraninya mulai tercabik-cabik oleh nenek renta. Tak ada penolakan selain ketulusan yang meluncur demikian mudahnya mengulurkan 25 ribu agar nenek dapat membeli tas cucunya. Hatinya iba karena perempuan pemulung teramat sering menghadapi kesulitan hidup seperti yang dialami sang nenek. Usai transaksi kebaikan itu, terbongkar pula himpitan beban yang dialami perempuan pemulung yang diketahui bernama Sri Wahyuni, gadis berumur yang belum menikah. Padanya terjangkit penyakit kaki gajah. Oh my God!

Menyedihkan sekali melihat langsung kondisi kakinya. Tampak tak lagi mendapat penanganan medis yang mumpuni. Sekali berobat harus mengeluarkan 200 ribu sementara hasilnya memulung cuma 15 ribu setiap hari. Meski kehabisan biaya, perempuan pemulung tak kehabisan akal! Kakinya diolesi kapur barus! Bolehlah Anda bayangkan rasa panas yang meradang dari reaksi kapur barus itu. Dan mau tak mau, kulit kaki itu bakal memutih terkelupas secara tak wajar. Oh my God!

Duh, perihnya merasakan derita perempuan pemulung. Meski dia pantas minta tolong, tapi dia tak hendak melakukannya. Dia lebih suka menolong. Selebihnya, dia punya cara untuk menanggung deritanya, karena minta tolong pun tak semua orang bisa mendengar dengan hati, merasakan dengan raga dan menyentuh dengan empati. Sri Wahyuni paham kalau minta tolong selalu diterjemahkan orang lain dengan minta dicuekin! Maka perempuan pemulung hanya cuma minta tolong pada Allah pencipta langit dan bumi sambil melakukan ikhtiarnya dengan kapur barus!

Kalau boleh saya minta tolong, maukah Anda menolong perempuan pemulung yang sudah jadi penolong itu ?

 

Barakallahu fikum.

Leave a comment